INDUSTRIALISASI NEGARA INDONESIA
Industrialisasi adalah suatu proses
perubahan sosial ekonomi yang
mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Industrialisasi
juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan dimana masyarakat berfokus pada
ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji, dan
penghasilan yang semakin tinggi. Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi dimana
perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi teknologi.
Era globalisasi dan
liberalisasi ekonomi telah membawa pembaruan yang sangat cepat dan
berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di dunia
internasional. Dampak yang paling dirasakan adalah semakin ketatnya persaingan
di sektor industri yang menuntut design pembangunan
industrialisasi yang mampu memberikan nilai tambah produk dari beragam sumber
daya alam maupun non sumber daya alam.
Pembangunan industrialisasi
diyakini merupakan salah
satu tahap perkembangan ekonomi yang dianggap penting untuk dapat mempercepat
kemajuan suatu bangsa, sekaligus solusi terhadap peningkatan
kesejahteraan rakyat, karena industrialisasi sering dikaitkan dengan
masalah-masalah ekonomi dan sosial.
Industrialisasi diyakini
dapat menjadi alternatif solusi dalam mengatasi tingkat kemiskinan
yang tinggi, jumlah pengangguran yang besar terutama dari golongan masyarakat
berpendidikan rendah, ketimpangan distribusi pendapatan, dan proses pembangunan
yang tidak merata antara kota dan desa.
Peningkatan daya saing
industri secara berkelanjutan dapat membentuk landasan ekonomi yang kuat berupa
stabilitas ekonomi makro, iklim usaha dan investasi yang sehat sehingga dapat
dijadikan salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena itu, sektor
industri perlu diarahkan agar memiliki daya saing yang tinggi karena kuatnya
struktur, tingginya peningkatan nilai tambah dan produktivitas di sepanjang
rantai nilai produksi, dan dukungan dari seluruh sumber daya produktif.
bagi Indonesia pembangunan sektor industri
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional jangka
panjang. Presiden RI telah menekankan visi pembangunan
industri, sebagaimana diatur di dalam Perpres No. 28 Tahun 2008 tentang
Kebijakan Industri Nasional (KIN), yang intinya bermuara pada upaya “Menjadikan Indonesia
sebagai negara industri tangguh di dunia pada tahun 2025”.
Visi tersebut selaras
dengan tujuan pembangunan nasional yang tercantum di dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 serta MasterPlan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), utamanya dalam “Mewujudkan
Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur”.
Kita patut bersyukur, dalam
perjalanan panjang perjalanan pembangunan industrialisasi di Indonesia, saat
ini kita telah mencapai hasil yang cukup menggembirakan, meskipun harus diakui
masih terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi bersama guna
mewujudkan visi tersebut. Dapat kita lihat pekembangan dari sector industry di Indonesia
sebagai berikut:
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB)
Indonesia atas dasar harga konstan 2000 pada tahun 2013 mencapai Rp2.770,3
triliun, naik Rp151,4 triliun dibandingkan tahun 2012 (Rp2.618,9 triliun). Bila
dilihat berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2013 naik sebesar Rp854,6 triliun,
yaitu dari Rp8.229,4 triliun pada tahun 2012 menjadi sebesar Rp9.084,0 triliun
pada tahun 2013.
Perekonomian Indonesia pada tahun
2013 tumbuh sebesar 5,78 persen dibanding tahun 2012, dimana semua sektor
ekonomi mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada Sektor
Pengangkutan dan Komunikasi yang mencapai 10,19 persen, diikuti oleh Sektor
Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan 7,56 persen, Sektor Konstruksi 6,57
persen, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 5,93 persen, Sektor Listrik, Gas
dan Air Bersih 5,58 persen, Sektor Industri Pengolahan 5,56 persen, Sektor
Jasa-jasa 5,46 persen, Sektor Pertanian 3,54 persen, dan Sektor
Pertambangan dan Penggalian 1,34
persen.
Pertumbuhan PDB tanpa migas pada
tahun 2013 mencapai 6,25 persen yang berarti lebih tinggi dari pertumbuhan PDB.
Sektor Industri Pengolahan memberikan kontribusi terbesar terhadap total
pertumbuhan PDB, dengan sumber pertumbuhan sebesar 1,42 persen. Selanjutnya
diikuti oleh Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, dan Sektor Pengangkutan
dan Komunikasi yang memberikan sumber pertumbuhan masing-masing 1,07 persen dan
1,03 persen
pemerintah
RI terus berupaya mengembangkan hilirisasi yang
bertujuan agar sumber daya alam dan non alam yang dimiliki Indonesia dapat
diolah menjadi produk yang bernilai tambah tinggi, hal ini dilakukan melalui
Program 'Akselerasi Industrialisasi
2012-2014'. Percepatan ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan sektor
industri sebagai katalis utama dalam meningkatkan pertumbuhan nasional, hal ini
bukan tanpa alasan mengingat besarnya potensi yang dimiliki antara lain untuk
industri berbasis agro, migas dan bahan tambang mineral.
Dalam
rangka mendorong percepatan pertumbuhan industri sebagai implementasi
Akselerasi Industrialisasi tersebut, telah pula
dikembangkan empat program prioritas utama pada tahun 2013, yang meliputi hilirisasi
Industri Berbasis Agro, Migas dan Bahan Tambang Mineral, Peningkatan Daya Saing
Industri Berbasis SDM, Pasar Domestik dan Ekspor, Pengembangan Industri Kecil
dan Menengah (IKM) dan Pemerataan dan penyebaran industri.
komitmen
pemerintah RI untuk memperbanyak industri pengolahan dan pemurnian minerba
dalam negeri perlu mendapat dukungan penuh seluruh pemangku
kepentingan baik pusat maupun daerah, mengingat ini merupakan
langkah yang tepat, terutama industri smelter yang merupakan industri pioner,
diantaranya smelter tembaga/emas, aluminium, nikel, besi, dan mineral yang
lain.
Pengembangan
industri smelter bukanlah tanpa alasan, mengingat industri tersebut
menghasilkan bahan baku untuk industri hilir dalam negeri, pengembangan
industri smelter ini sangat diperlukan guna menekan ketergantungan impor bahan
baku, dimana selama ini impor bahan baku untuk kebutuhan industri hilir
mencapai 80 persen dari industri hilir yang ada di dalam negeri.
Dengan percepatan
hilirisasi industri dampak serius dari penurunan harga komoditas dapat ditekan
dan mengurangi ketergantungan ekspor kita pada bahan baku//komoditas sehingga
dapat ditransformasikan menjadi peningkatan ekspor
produk manufaktur. Sikap optimistis
perlu terus ditumbuhkan agar kita mampu mengatasi tantangan 2013 dan
ketidakpastian ekonomi global, sehingga pekerjaan besar untuk melaksanakan
pembangunan industri nasional dapat berjalan lancar.
Kerja keras dan fokus
perlu terus diupayakan agar target pertumbuhan dan peningkatan kontribusi
sektor industri sebagaimana yang telah digariskan dapat dicapai dengan memberi
perhatian khusus terhadap
peningkatan kualitas SDM melalui peran aktif menyukseskan program
pendidikan formal mapun non-formal seperti balai latihan kerja (BLK) dan alih
teknologi yang menjadi kata kunci suksesnya industrialisasi. Percepatan industrialisasi perlu segera diwujudkan sebagai strategi dan persiapan dalam
rangka menghadapi sistem liberalisasi yang diterapkan oleh ASEAN, terutama
dalam kerangka integrasi ekonomi.
Perbandingan sektor industri dan sektor pertanian
1.
Sektor pertanian
Sektor pertanian hingga
kini masih menjadi sumber mata pencaharian utama sebagian besar penduduk.
Program pembangunan sector pertanian meliputi program peningkatan produksi di
kelima subsektornya, serta peningkatan pendapatan petani, perkebun, peternak
dan nelayan. Program pembangunan tersebut ditunjang dengan program pembangunan
sarana dan prasarananya seperti pengadaan dan pelancaran factor produksi,
pengembangan jaringan irigasi dan jalan, kebijaksanaan tata niaga dan harga,
serta penelitian. Dalam era PJP I sector pertanian merupakan prioritas
pembangunan ekonomi. Pertumbuhannya rata-rata 3,6% per tahun. Kemajuan paling
menonjol sector ini selama PJP I adalah dalam bidang produksi pangan, yakni keberhasilan
mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Sebelumnya, bahan makanan pokok ini
masih harus selalu diimpor. Bahkan pada tahun-tahun 1970-an Indonesia merupakan
Negara pengimpor beras terbesar di dunia. Swasembada beras ini berdampak
penting pada meningkatnya kualitas gizi, pendapatan masyarakat, dan stabilitas
ekonomi nasional.
Sampai dengan tahun 1990
sektor pertanian masih merupakan penyumbang utama dalam membentuk produk
domestic bruto. Namun sesudah itu posisi tersebut diambil alih oleh sector industry
pengolahan. Hal ini sesungguhnya memprihatinkan, bukan karena sector pertanian
tidak berkembang, melainkan mengingat masih demikian besarnya proporsi tenaga
kerja yang masih bekerja di sector tersebut. Sampai dengan tahun 1992 saja
tercatat lebih dari sebagian tenaga kerja kita bekerja pada sector ini.
Tambahan pula kualitas sumber daya manusia yang bekerja di sector pertanian
pada umumnya relative rendah, sehingga produktivitasnya rendah. Pada
gilirannya, pendapatan mereka juga rendah. Dalam skala makro rendahnya
produktivitas tenaga kerja suatu sector dapat diukur dengan membandingkan
proporsi sector itu dalam menyerap tenaga kerja dan dalam menyumbang produksi
atau pendapatan nasional. Pada tahun 1992, sector pertanian menyerap 53,69%
tenaga kerja, sementara sumbangannya dalam membentuk PDB menurut harga yang
berlaku sebesar 19,52%. Hal itu berarti setiap 1% tenaga kerja pertanian
Indonesia hanya menyumbang sekitar 0,36% PDB. Sebagai bandingan: sector
pertanian di negara- negara maju yang tergabung dalam G-7 hanya menyerap
sekitar 2% tenaga kerja dan menyumbang 3% PDB. Dengan kata lain, setiap 1%
tenaga kerja pertanian mereka menyumbang 1,5% PDB, atau hampir lima kali lipat
produktivitas tenaga kerja pertanian kita.
Menurunnya
peranan sector pertanian di satu sisi dan meningkatnya peranan sector industry
di sisi lain, menyiratkan telah terjadinya perubahan struktural dalam
perekonomian Indonesia. Akan tetapi perubahan struktural itu sebenarnya masih
belum mantap karena baru merupakan perubahan dalam struktur pendapatan,
belum diiringi dengan perubahan dalam struktur ketenagakerjaan. Akibatnya
produktivitas antarsektor masih timpang. Demikian pula halnya dengan pendapatn
perkapita antarsektor. Perubahan struktural (yang masih timpang) itu sendiri
terjadi karena pembangunan ekonomi kita selama ini terlalu terfokus pada
industrialisasi. Padahal kerangka teori klasik dan hasil-hasil empiris
oleh Bank Dunia memunjukkan bahwa keberhasilan industrialisasi selalu seiring
dengan pertumbuhan yang berkelanjutan (sustainable) dan perbaikan produktivitas
di sector pertanian. Jadi, apabila produktivitas sector pertanian tidak
mengalami perbaikkan, maka bukan mustahil keberhasilan industrialisasi dalam
pembangunan kita selama ini akan mengalami titik balik. Tanpa dukungan sector
pertanian sebagai penyangga yang tangguh kemajuan sector industry akan mudah
tersendat.
2.
Sektor
industry
Keputusan Indonesia
untuk membuat pertanian menjadi landasan perencanaan pembangunan negara memang
tidak sejalan dengan kebijaksanaan konvensional. Di tengah penekanan
pembangunan pertanian itu tentu saja pemerintah sadar sepenuhnya bahwa
Indonesia tidak bisa terus menerus bergantung pada pertanian untuk
menjadi negara modern. Pada akhir decade enam puluhan, ketika pemerintah Orba
meluncurkan rencana pembangunan ekonominya, sebagian besar literature dalam
bidang ekonomi mengidentikkan pembangunan dengan industrilisasi. Hal ini
terlihat lebih nyata lagi misalnya dalam penanaman negara yang sudah mencapai
standar hidup yang tinggi bagi penduduknya sebagai negara industry. Meskipun
Indonesia telah mengadopsi kebijakan yang mendahulukan pertanian, tim ekonomi
negara tetap punya komitmen besar terhadap industrilisasi sebagai sebuah pilar
bagi strategi pembangunan ekonomi negara. Mereka juga sadar bahwa program yang
keliru untuk mencapai industrilisasi secara terburu-buru bisa menjadi boomerang
yang menyebabkan disalokasi ekonomi, investasi terbuang percuma, dan
penghamburan kekayaan negara yang langka.
Bukti statistic dari
zaman Soekarno terlalu sedikit dan masih kacau sehingga sukar untuk
memperkirakan keadaan industrialisasi di Indonesia pada masa tersebut. Namun
demikian, bukti yang tersedia mengisyaratkan bahwa pada masa permulaan Orba
Indonesia termasuk Negara yang paling rendah tingkat industrialisasinya
diantara negara-negara sedang berkembang yang besar.
Transformasi
struktural perekonomian Indonesia menuju ke corak yang industrial tidak dengan
sendirinya melenyapkan nuansa agraritasnya. Berbagai teori pertumbuhan ekonomi klasik
dan studi empiris Bank Dunia menunjukkan, bahwa sukses pengembangan sektor
industri di suatu negara selalu diiringi dengan perbaikan produktivitas dan
pertumbuhan berkelanjutan di sektor pertanian. Selain menyediakan kebutuhan
pangan bagi penduduk serta menyerap tenaga kerja, sektor pertanian juga merupakan
pemasok bahan baku bagi sektor industri dan menjadi sumber penghasil devisa.
Di
banyak negara, sektor pertanian yang berhasil merupakan prasyarat bagi
pembangunan sektor industri dan jasa. Pada tahap pertama pembangunan
dititikberatkan pada pembangunan sektor pertanian dan industri penghasil sarana
produksi pertanian. Pada tahap kedua, pembangunan dititikberatkan pada industri
pengolahan penunjang sektor pertanian (agroindustri) yang selanjutnya secara
bertahap dialihkan pada pembangunan industri mesin dan logam. Rancangan
pembangunan seperti demikian diharapkan dapat membentuk struktur perekonomian
Indonesia yang serasi dan seimbang, tangguh menghadapi gejolak internal dan
eksternal.
Untuk memajukan perekonomian indonesia perlu adanya penyeimbangan peran
antara industri dan pertanian. Untuk mengurangi biaya tetap industri dalam
pembelian bahan baku, sebaiknya industri tersebut membeli bahan baku dari
petani lokal. Untuk itu petani (dengan bantuan perusahaan dan pemerintah
setempat) perlu memperbaiki sistem pertanian untuk dapat menghasilkan hasil
pertanian yang berkualitas tinggi untuk dapat diolah oleh industri menjadi
barang jadi yang harga jualnya jauh lebih tingi daripada bahan mentahnya. Dengan
begitu, kita tidak perlu lagi mengekspor bahan mentah dan mengimpor barang
mentah hasil ekspor yang telah berubah bentuk, namun langsung mengekspor barang
jadi dan mengurangi impor barang jadi. Dengan begitu devisa indonesia dapat
ditingkatkan.
Tugas Kelompok :
Ayu Ismaini (21213542)
Chazanah Nurul I (21213882)
M. Daniel (25213617)
M. Fachrurrozi ( 25213880)
Sumber :